Dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang beraneka ragam, interaksi diantara manusia memunculkan berbagai kegiatan ekonomi. Kegiatan pertukaran barang sebelum ditemukan uang dilakukan dengan cara barter, cara ini lebih kompleks dan kurang efisien karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Apalagi ketika kegiatan ekonomi semakin berkembang, sehingga dibutuhkan benda yang bernilai, praktis dan diterima secara umum sebagai alat tukar.
Ilmu ekonomi modern mendefinisikan uang sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran hutang. Sedangkan dunia Islam mengenalnya sebagai alat pertukaran dan pengukur nilai tersebut berupa emas dan perak sebagai dinar dan dirham.
Resiko menjadikan uang sebagai komoditas adalah jika banyak uang yang diperdagangkan, maka tinggal sedikit uang yang benar-benar berfungsi sebagai uang. Dampak berubahnya fungsi uang dari sebagai alat tukar dan satuan nilai mejadi komoditi dapat dirasakan saat ini, yang dikenal dengan teori “Bubble Gum Economic”.
Bubble Gum Economic mendeskripsikan perekonomian yang secara lahir tampak besar, tetapi ternyata tidak berisi apa-apa kecuali udara. Suatu ekonomi yang besar dalam perhitungan kuantitas moneternya, namun tak diimbangi oleh sektor riel, bahkan sektor riel tersebut amat jauh ketinggalan perkembangannya. Fenomena ketidakseimbangan itu dipicu oleh maraknya bisnis spekulasi, terutama di dunia pasar modal, pasar valuta asing dan properti.
Sekedar ilustrasi sebelum krisis moneter Asia, dalam satu hari, dana yang gentayangan dalam transaksi maya di pasar modal dan pasar uang dunia, diperkirakan rata-rata beredar sekitar 2-3 triliun dolar AS atau dalam satu tahun sekitar 700 triliun dolar AS. Padahal arus perdagangan barang secara international dalam satu tahunnya hanya berkisar 7 triliun dolar AS. Jadi, arus uang 100 kali lebih cepat dibandingkan dengan arus barang (Didin S Damanhuri, Problem Utang dalam Hegemoni Ekonomi).
Ibnu Tamiyah yang lahir di zaman pemerintahan Bani Mamluk tahun 1263, dalam kitabnya “Majmul Fatwa” Syaikhul Islam menyampaikan lima butir peringatan penting mengenai uang sebagai komoditi, yakni:
- Perdagangan uang akan memicu inflasi
- Hilangnya kepercayaan orang terhadap stabilitas nilai mata uang akan mengurungkan niat orang untuk melakukan kontrak jangka panjang, dan menzalimi golongan masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti pegawai/ karyawan
- Perdagangan dalam negeri akan menurun karena kekhawatiran stabilitas nilai uang
- Perdagangan internasional akan menurun
- Logam berharga (emas & perak) yang sebelumnya menjadi nilai intrinstik mata uang akan mengalir keluar negeri.
Sumber:
Agustianto, Sekjen DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia
www.pesantrenvirtual.com
www.dinarislam.com
Terima kasih telah membaca dan berbagi hikmah melalui artikel Uang Dalam Kegiatan Ekonomi
maf sob saya bru bisa mampir sekarang, sob ini blog pake domain bayar ya?
BalasHapus@info komputer saya terima kunjungannya. hanya domainnya saja yang diubah dengan ngerogoh 90rb setahun
BalasHapus