Ikhlas




1.       Latar belakang

Perintah untuk senantiasa menjaga keikhlasan dalam beramal, karena setiap amalan sangat 
tergantung kepada niatnya. Rasulullah SAW bersabda,
 
إنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

“Sesungguhnya amal itu tergantung dari niatnya. Dan setiap orang akan memperoleh apa yang dia niatkan.” [HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907, dari ‘Umar bin Khattab]

Dan niat itu hendaknya ditujukan untuk memurnikan keikhlasan pada Allah. Firman Allah Ta’ala,

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan  menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5)

Kita pun perlu menghindar dari bahaya riya’, yang merupakan lawan dari ikhlas yakni mengharapkan pujian dan balasan dari selain Allah SWT. Dalam firman-Nya,

لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ

“Jika kamu mempersekutukan (Rabbmu), niscaya akan hapuslah amalmu.” (QS. Az Zumar: 65)

Nabi SAW bersabda,

مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa yang menutut ilmu yang sebenarnya harus ditujukan hanya untuk mengharap wajah Allah, namun ia mempelajarinya hanya untuk mendapatkan materi duniawi, maka ia tidak akan pernah mencium bau surga pada hari kiamat nanti.“[ HR. Abu Daud no. 3644 dan Ibnu Majah no. 252, dari Abu Hurairah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih]

Ibnul Qoyyim memberi perumpamaan pentingnya Ikhlas, “Amal tanpa keikhlasan seperti musafir yang mengisi kantong dengan kerikil pasir. Memberatkannya tapi tidak bermanfaat.


2.       Pengertian

Makna IKHLAS secara lughowi (bahasa) diambil dari kata خلص-يخلص yang maknanya “menjadi murni”. Sedangkan secara istilah makna ikhlas menurut beberapa ulama:

Al ‘Izz bin Abdis Salam berkata : “Ikhlas ialah, seorang mukallaf melaksanakan ketaatan semata-mata karena Allah. Dia tidak berharap pengagungan dan penghormatan manusia, dan tidak pula berharap manfaat dan menolak bahaya”.

Abu Hudzaifah Al Mar’asyi berkata : “Ikhlas ialah, kesesuaian perbuatan seorang hamba antara lahir dan batin”.

Abu ‘Ali Fudhail bin ‘Iyadh berkata : “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’. Dan beramal karena manusia adalah syirik. Dan ikhlas ialah, apabila Allah menyelamatkan kamu dari keduanya”

Ikhlas mengharapkan keridhaan Allah ketika melakukan setiap amalan, membersihkannya dari noda nafsu duniawi baik yang tersembunyi maupun yang terang-terangan. Dzun Nuun Rahimahullahu Ta’ala memberi 3 indikator ikhlas:
1.       Tetap merasa sama antara pujian dan celaan orang lain.
2.       Melupakan amalan kebajikan yang dulu pernah diperbuat.
3.       Mengharap balasan dari amalan di akhirat (dan bukan di dunia).


3.       Kiat mewujudkan Ikhlas

Mewujudkan ikhlas bukan pekerjaan yang mudah, kecuali orang yang memang dimudahkan Allah.Imam Sufyan Ats Tsauri berkata,”Tidaklah aku mengobati sesuatu yang lebih berat daripada mengobati niatku, sebab ia senantiasa berbolak-balik pada diriku.”

Namun demikian, kesungguhan dalam mewujudkannya perlu dilakukan karena Ikhlas adalah kunci diterimanya suatu amalan, di samping amalan tersebut harus sesuai tuntunan Nabi SAW. Tanpa keikhlasan dari hati, amalan jadi sia-sia belaka.

Beberapa kiat yang bisa dilakukan:

1.    Doa, merupakan senjata orang mukmin. Sebagaimana Rasulullah SAW berdo’a:


 يَا مُقَلِّبَ القُلُوْبِ ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ

Ya, Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada agamaMu.
Dengan doa juga kita berharap dihindarkan dari tipu daya syetan yang menjerumuskan manusia.

2.    Do it, lakukan amalan walau terasa berat. Abaikan ketika malas menghadang maupun rintangan berupa pujian dari manusia. Ikhtiar kita hanya berupaya secara konsisten beramal, baik secara kuantitas dan memperbaikinya secara kualitas. Lakukan amalan walaupun sedikit sebagai permulaan dan upayakan dilakukan secara terus-menerus.

Rasulullah SAW bersabda,

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. [HR. Muslim no. 783]

Akhirnya, ketika telah terbiasa semoga kita dapat melakukan amal yang sebaik-baiknya, seperti firman Allah:

 لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا

“Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al Mulk: 2)




Mohon maaf jika ada kekurangan,
Artikel ini diikhtisarkan dari web; islamedia.web.id , rumaysho.com , almanhaj.or.id , dakwatuna.com








Share this

Related Posts

Previous
Next Post »
Give us your opinion

Terima kasih telah mengunjungi blog ini. Tulis komentar dan saran dengan bijak, bersama kita menebar manfaat dan kebaikan.